Gelar Seni Tradisi Adat Istiadat "Tedhak Siten" di Rumah Kabudayan Ndalem Djojokoesoeman
Pada setiap hari Selasa, Pemerintah Kota Surakarta melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata rutin mengadakan Gelar Seni Tradisi di Rumah Kabudayan Ndalem Ndjojokoesoeman Solo. Pada tanggal 23 Juli 2024 pukul 19.00 telah dilaksanakan acara Gelar Seni Tradisi Adat Istiadat "Tedhak Siten". Tedak siten (bahasa Jawa: tedhak sitèn) atau tedak siti adalah rangkaian prosesi adat tradisional dari tanah Jawa yang diselenggarakan pada saat pertama kali seorang anak belajar menginjakkan kaki ke tanah. Tedhak berarti turun, dan sitèn artinya tanah. Biasanya dilakukan saat anak berusia sekitar tujuh atau delapan bulan. Tradisi ini dilaksanakan sebagai penghormatan kepada bumi tempat anak belajar menginjakkan kaki.
Filosofi rangkaian adat Tedak Siten
1. Berjalan di 7 Warna
Anak dipandu untuk berjalan di atas jenang 7 warna yang berbeda (merah, putih, jingga, kuning, hijau, biru, dan ungu) yang terbuat dari beras ketan. Ritual ini melambangkan bahwa di masa depan, anak harus bisa mengatasi semua hambatan dalam hidup. Sementara dilansir dari malangvoice, Budayawan Jawa, Suryadi atau yang lebih dikenal dengan Ki Suryo menjelaskan bahwa “Maknanya, hidup berawal dari yang gelap dan berakhir dengan terang.”
2. Menginjak Tangga dari Tebu
Anak selanjutnya dibimbing untuk menginjak tangga yang terbuat dari tebu "Arjuna" dan kemudian turun. Tebu merupakan singkatan dari Antebing Kalbu. Diharapkan ke depannya, anak itu berperilaku seperti Arjuna, yang merupakan seorang pejuang sejati. Diharapkan anak bisa berjalan dalam kehidupan dengan tekad dan penuh percaya diri seperti Arjuna yang heroik.
3. Diletakkan di Tumpukan Pasir
Usai menginjak tangga dari tebu, selanjutnya anak dipandu dua langkah dan diletakkan di atas tumpukan pasir. Anak harus melakukan "Ceker-Ceker", yaitu ia bermain pasir dengan kedua kaki. Dalam bahasa Jawa, ritual ini memiliki makna bahwa ceker-ceker tersebut artinya bekerja dan mendapatkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhannya.
4. Masuk ke Kandang Ayam
Selanjutnya, sang anak kembali dipandu untuk memasuki kandang ayam yang didekorasi. Di dalam kandang, ada beberapa barang, seperti buku tulis, perhiasan, aksesoris emas, kalung, gelang, beras, kapas dan barang-barang bermanfaat lainnya. Di tahap ini, anak akan memilih barang yang disediakan di kandang ayam tersebut. Jika misalnya, anak bermain dengan buku tulis, mungkin dia harus bekerja di kantor atau menjadi profesor. Bila anak memilih perhiasan, mungkin anak itu haruslah menjadi orang kaya. Semua simbol profesi ada di kurungan menjadi semacam penuntun bagi bayi dalam memilih pekerjaan nanti. Sementara kandang ayam tersebut memiliki makna bahwa ketika anak telah memasuki kehidupan, dia harus dijaga oleh hal-hal baik.
5. Menyebarkan Udik-udik
Sementara itu, ayah dan kakek anak tersebut menyebarkan "udik-udik", yang merupakan koin-koin dan bunga. Diharapkan, bahwa anak harus memiliki cara mudah untuk mencari nafkah dan harus bermurah hati dengan membantu orang lain.
6. Dimandikan dengan Bunga Sritaman
Selanjutnya, anak harus dimandikan atau dibersihkan dengan bunga Sritaman. Air mandi ini terdiri dari bunga mawar, melati, magnolia dan kenanga. Ritual ini melambangkan harapan bahwa bayi akan membawa rasa hormat, kehormatan, dan ketenaran bagi keluarga.
7. Dipakaikan Pakaian Baru
Usai menjalani semua ritual, anak itu dipakaikan pakaian rapi yang indah dan baru. Ini menggambarkan bahwa ia harus selalu memiliki kehidupan yang baik dan makmur, dan dapat membuat orang tuanya hidup bahagia.
- 24 Jul, 2024
- 264
- Blog ,