English (US) EN Indonesia (INA) ID

Gardu Listrik Ngarsopuro - Ditambahkan oleh Rustam

Gardu Listrik Ngarsopuro

Lokasi : Jl. Diponegoro No. 50, Timuran, Banjarsari, Surakarta, Jawa tengah

SK Penetapan : SK Walikota Surakarta No. 430/143 Tahun 2024

 

Bangunan gardu listrik di Jalan Diponegoro merupakan bangunan kelistrikan yang dibangun pada masa Kolonial Belanda. Bangunan ini dibuat untuk melindungi transformator listrik yang diletakkan di dalamnya. Transformator adalah salah satu komponen elektro yang bekerja untuk menaikkan dan/atau menurunkan tegangan dengan prinsip kerja gandengan elektromagnetik, dalam sistem distribusi tenaga listrik agar transformator dapat menghasilkan tegangan yang diinginkan. Nama asli gardu listrik ini adalah transformator huisje atau rumah transformator, ada juga yang menyebutnya Gardu SEM karena gardu tersebut dibangun dan dikelola oleh Solosche Electriciteit Maatschappij (SEM), yaitu salah satu bagian dari perusahaan listrik Algemeene Nederlandsche Indische Electriciteit Maatschappij (ANIEM) yang memiliki wilayah operasi di Surakarta, Klaten, Sragen, Yogyakarta, Kudus, dan Semarang.

Bangunan ini memiliki massa berbentuk balok dan denah persegi panjang, dengan atap datar. Dinding berciri khas dilapisi cat hitam di bagian bawah dan berwarna putih di bagian atas. Gardu memiliki pintu berdaun ganda terbuat dari plat besi pada fasad yang menghadap ke timur. Terdapat satu jendela besar dari plat besi dengan sistem bukaan pada sisi utara. Di bagian bawah kedua pasang daun pintu ada bukaan krepyak plat besi sebagai ventilasi udara. Pada fasad bangunan ini terdapat dua pasang jendela kaca (bovenlicht) berbentuk persegi empat dengan kusen kayu. Jendela ini juga terdapat di sisi belakang (barat) sebanyak 4 pasang, sedangkan di kedua sisi samping (utara dan selatan) masing-masing sepasang. Lubang sirkulasi udara berbentuk persegi panjang yang terdapat di sekeliling sisi dinding bangunan bagian atas, delapan buah masing-masing pada sisi timur dan barat, serta sepasang di kedua sisi samping (utara dan selatan).

Keberadaan gardu listrik ini berkaitan erat dengan pembangunan jaringan listrik oleh Solosche Electriciteit Maatschappij (SEM) di Surakarta pada Tahun 1902. Sri Susuhunan Pakubuwono X bersama Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegoro VI dan kaum pemodal (para saudagar) mendirikan sebuah unit genset pembangkit tenaga listrik. Dana pengadaan instalasi listrik tersebut berasal dari hasil patungan Keraton Kasunanan Surakarta, Praja Mangkunegaran, para saudagar dan hartawan, sedangkan pengelolaan listrik ditangani oleh SEM sekaligus bertindak sebagai pemborong dan pemasangan instalasi listrik.

SEM berdiri setelah dilakukan penandatanganan akta di Batavia pada tanggal 12 Maret 1901, Keraton Kasunanan Surakarta diwakili oleh Sosrodiningrat IV, Pura Mangkunegaran diwakili oleh De Kock van Leeuwen, Komunitas Tionghoa oleh Be Kwat Koen, dan wakil firma van Buuren & Co. Setelah itu, mulai dibangun pembangkit listrik yang didirikan di atas lahan yang terletak di daerah Purwosari berdekatan dengan Stasiun Kereta Api Purwosari yang merupakan tanah hibah Pakubuwono X. Pemilihan lokasi tersebut berdasarkan pertimbangan pembangunan Kota Surakarta. Oleh karena di sisi timur sudah dipakai untuk pusat pemerintahan, maka pembangkit listrik ini dibangun di sisi barat. Perusahaan ini menjadi salah satu dari perusahaan listrik di bawah koordinasi operasional Algemeene Nederlandsche Indische Electriciteit Maatschappij (ANIEM) yang saat itu menguasai sekitar 40% penyedia listrik di Hindia Belanda. Pada waktu itu, perusahaan ini tidak hanya memasok listrik saja akan tetapi juga mengadakan dan memasang instalasi listrik yang ada di Keraton Kasunanan Surakarta, Pura Mangkunegaran, kantor-kantor pemerintahan, penerangan jalan umum di Kota Surakarta.

SEM pada awalnya menghasilkan listrik dengan tenaga uap, memakai kayu untuk perapian ketel-ketel uap dengan bahan bakar kayu sehingga menghabiskan biaya sementara listrik yang dihasilkan dinilai belum mampu mencukupi kebutuhan listrik di wilayah Surakarta. Kemudian ANIEM yang menjadi induk SEM memperbesar pasokan listriknya melalui PLTA di Tuntang.

Setelah masa Kolonial Belanda runtuh, pengelolaan listrik berada di tangan pemerintah Jepang, kemudian pasca kemerdekaan ANIEM dinasionalisasi oleh Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1959 Tentang Penentuan Perusahaan Listrik dan/atau Gas milik Belanda. Sejak saat itu, perusahaan listrik menjadi milik pemerintah Indonesia yang dikelola oleh PT PLN (Persero).

Fasilitas

0
Pengunjung
Terpilih
Terverifikasi

Galeri - Foto

Anda harus login untuk memberikan review.

Bergabung dengan Komunitas online kami

Tumbuhkan marketing Anda dan bisnis online Anda